DG NUSANTARA: Pengusaha Khawatir Aksi Massa Rusuh di Jakarta Ganggu Ekonomi, Bayangan Mei 1998 Kembali Terlintas

Berbagi :

 

Aksi massa di kawasan Kwitang
Aksi massa di kawasan Kwitang

Jakarta kembali menjadi sorotan publik nasional setelah aksi demonstrasi yang berlangsung sejak Kamis (28/8/2025) hingga Jumat (29/8/2025) memanas dan berujung kerusuhan di sejumlah titik penting ibu kota. Situasi ini memicu kekhawatiran luas, terutama dari kalangan pengusaha yang melihat potensi dampak serius terhadap roda perekonomian.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, dengan tegas menyuarakan keresahan dunia usaha. Trauma peristiwa kerusuhan Mei 1998 kembali teringat, di mana kala itu Jakarta luluh lantak akibat penjarahan, pembakaran, dan kekerasan massal. Kini, bayangan tragedi tersebut kembali menghantui masyarakat dan pelaku bisnis.

Gelombang demonstrasi yang dipicu oleh kasus wafatnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang meninggal akibat insiden dengan kendaraan taktis Brimob, telah menyulut emosi publik. Aksi solidaritas yang semula damai, berkembang menjadi protes besar di berbagai titik strategis: DPR RI, Polda Metro Jaya, Mako Brimob, hingga Mabes Polri.

Ketegangan di lapangan memunculkan kekhawatiran baru. Tidak hanya soal keamanan publik, tetapi juga potensi disrupsi terhadap aktivitas ekonomi. Mal, perkantoran, hingga pusat perdagangan mulai memilih menutup operasional lebih awal, bahkan sebagian beralih ke skema Work From Home (WFH).


Kekhawatiran Pengusaha

Menurut Diana Dewi, kondisi ini telah menimbulkan trauma mendalam bagi kalangan bisnis. Banyak pengusaha teringat pada peristiwa Mei 1998 ketika kerusuhan massal menyebabkan ribuan toko, pasar, dan pusat perdagangan terbakar atau dijarah.

“Pengusaha juga takut membuka kantor atau usahanya. Masih terbayang trauma peristiwa Mei 1998 yang meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian bangsa ini. Ada ketakutan, bukan hanya pada pengusaha, tapi juga masyarakat luas,” ungkap Diana.

Pengusaha memahami demonstrasi sebagai bagian dari hak demokrasi. Namun, ketika aksi berubah menjadi anarkis, maka dampaknya jauh lebih luas, tidak hanya pada dunia usaha tapi juga pada stabilitas sosial dan kepercayaan investor.


Potensi Dampak Ekonomi

  1. Terhambatnya Aktivitas Bisnis

    • Banyak pelaku usaha memilih menutup kantor.

    • Pusat perbelanjaan di Jakarta sepi, beberapa bahkan tutup lebih cepat.

    • Distribusi barang tersendat akibat jalan ditutup massa aksi.

  2. Dampak Psikologis

    • Trauma Mei 1998 kembali terulang di benak pengusaha.

    • Ketakutan terhadap penjarahan dan kekerasan mengurangi kepercayaan berusaha.

  3. Efek Nasional

    • Jika aksi meluas, distribusi logistik lintas kota bisa terganggu.

    • Potensi pelemahan rupiah akibat menurunnya kepercayaan pasar.

    • Investor asing bisa menunda masuk karena kondisi tidak stabil.


Belajar dari Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 menjadi titik kelam dalam sejarah Indonesia. Kala itu:

  • Ribuan toko dijarah dan dibakar.

  • Pusat ekonomi Jakarta lumpuh total.

  • Krisis moneter semakin parah karena stabilitas sosial runtuh.

Peristiwa ini menjadi trauma kolektif. Dunia usaha berharap, meskipun saat ini demonstrasi masih berlangsung, pemerintah dan aparat keamanan bisa belajar dari masa lalu untuk mencegah terulangnya bencana ekonomi dan sosial serupa.


Suara Kadin DKI

Diana Dewi menekankan, demonstrasi yang damai tidak akan merusak ekonomi. Bahkan bisa memberi masukan konstruktif bagi pemerintah. Tetapi, begitu aksi beralih ke anarkis, semua sendi ekonomi bisa terhenti.

“Demonstrasi merupakan bagian dari penyampaian pendapat, kritik, dan masukan yang konstruktif. Namun, bila sudah menjurus ke aksi-aksi anarkis, tentu saja itu berdampak luas bagi dunia usaha,” jelas Diana.

Oleh sebab itu, ia mengimbau agar pemerintah, aparat, dan masyarakat menjaga kondusifitas bersama.


Respons Pemerintah & Dunia Usaha

  • Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sudah mengeluarkan surat edaran agar perusahaan menerapkan WFH demi melindungi karyawan.

  • Beberapa mal besar di Jakarta memilih tutup sementara untuk mengantisipasi kerusuhan.

  • Kadin meminta aparat keamanan bersikap tegas namun persuasif, agar massa bisa membubarkan diri tanpa jatuh korban baru.

Dari sudut pandang ekonomi makro, kerusuhan yang berlarut-larut bisa memicu:

  • Turunnya indeks kepercayaan konsumen.

  • Disrupsi rantai pasok di Jabodetabek.

  • Peningkatan biaya keamanan perusahaan.

  • Potensi capital outflow dari investor asing.

Jika kondisi tidak segera ditangani, maka Jakarta bisa kembali pada bayang-bayang krisis ekonomi seperti 1998.

Situasi Jakarta yang diwarnai kerusuhan menimbulkan kecemasan luas. Pengusaha berharap pemerintah segera mengendalikan kondisi agar tidak merembet ke sektor ekonomi. Demonstrasi damai adalah bagian dari demokrasi, namun aksi anarkis berpotensi membawa kerugian besar bagi semua pihak.


📌 Baca Juga di DG Nusantara:


Daftar Isi [Tutup]

    Lebih baru
    Lebih lama

    0 Komentar

    Posting Komentar